مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الجَنَّةِ “Barangsiapa yang menempuh perjalanan untuk menuntut ilmu maka Allah memudahkan jalan menuju surga.” (HR. Muslim) Blog Wa’ Ajo

Senin, 08 April 2013

Keutamaan Sholat Tepat Waktu



Awal shalat ditandai dengan berkumandangnya azan, tetapi pasar, kantor, terminal serta tempat-tempat lain masih saja hiruk pikuk dipenuhi umat muslim. Mereka tidak bergegas memenuhi panggilan azan ini, bahkan ada juga yang melalaikan sholat lima waktu. Menunaikan shalat tepat waktu berarti melatih diri untuk disiplin. Bila kita mulai dari disiplin shalat, maka kita akan terbiasa melakukan disiplin-displin dalam kegiatan lainnya. Shalat tepat waktu bisa menjadi ukuran disiplin bagi seorang muslim.

Dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda :

“…Seandainya orang-orang mengetahui pahala azan dan barisan (shaf) pertama, lalu mereka tidak akan memperolehnya kecuali dengan ikut undian, niscaya mereka akan berundi. Dan seandainya mereka mengetahui pahala menyegerakan shalat pada awal waktu, niscaya mereka akan berlomba-lomba melaksanakannya. Dan seandainya mereka mengetahui pahala shalat Isya dan Subuh, niscaya mereka akan mendatanginya meskipun dengan jalan merangkak.” (HR. Bukhari).

Keutamaan shalat tepat waktu juga bisa menjadikan seseorang lembut hati dan dikaruniai kesehatan. Untuk Shalat Isya’ Nabi biasa mengerjakannya pada sebagian besar waktu malam.

“Telah bersabda Rasulullah saw.”Sekiranya tidak memberatkan umatku, tentu aku suruh mereka mengundurkan isya hingga sepertiga atau seperdua malam.” (HR.Ahmad, Ibnu Majah,Tirmizi).

Pesan Khalifah Usman bin Affan ra:

“Orang-orang yang memelihara shalat lima waktu dan mengerjakannya tepat pada waktunya, maka Insya Allah, Allah akan memuliakan orang itu dengan sembilan macam kemuliaan:

1. Dicintai Allah
2. Badannya senantiasa sehat
3. Dijaga oleh Malaikat
4. Diturunkan berkah untuk rumahnya
5. Mukanya akan kelihatan tanda orang yang shaleh
6. Allah akan melembutkan hatinya
7. Dapat melalui jembatan Shiratal Mustaqim layaknya seperti kilat
8. Akan diselamatkan dari api neraka
9. Allah akan menempatkannya ke dalam golongan orang-orang yang tidak takut dan bersedih

Insya Allah. Hanya Allah Yang Maha Kuasa dan maha Mengetahui. Kita harus berusaha untuk menjadi manusia yang lebih baik lagi, hingga akhir waktu kita.
Mari kita tingkatkan ibadah kita Saudara Muslim semua.

Apa itu Wafat Isa Al Masih ?


Menggugat Hari Wafat Isa Almasih alias Hari Ulang Tahun Kematian Tuhan

{Jum’at 29 Maret 2013 adalah hari libur nasional bertepatan dengan hari raya umat kristiani, yaitu hari kematian Yesus Kristus alias hari wafat Isa Almasih.}

Bagi umat Islam, istilah hari wafat Isa Almasih ini kurang tepat, karena menurut aqidah Islam, Nabi Isa alaihissalam tidak mati dan tidak pula disalib. Agama yang meyakini kematian Yesus di tiang salib adalah Kristen. Maka istilah yang lebih tepat adalah Hari Kematian Yesus Kristus. Karena dalam pandangan Kristen, Yesus adalah salah satu oknum Tuhan, maka istilah yang lebih pas lagi adalah “Hari Ulang Tahun Kematian Tuhan Kristiani.” Di kalangan Kristen, hari kematian Yesus itu masyhur dengan sebutan Jum’at Agung.

Ulang tahun kematian Yesus di tiang salib adalah salah satu inti iman Kristiani. Dalam 12 Pengakuan Iman Rasuli (Credo Nicaeano-Constantinopolitanum), umat Kristen memakai tiga perkataan untuk menekankan keyakinan akan kematian Yesus: “Dan kepada Yesus Kristus, Anaknya yang tunggal, Tuhan kita... disalibkan, mati dan dikuburkan, turun ke dalam kerajaan maut.”

Sedemikian pentingnya makna salib dalam iman kristiani, sehingga tanpa adanya penyaliban Yesus, maka gugurlah keyakinan Kristen tentang dosa waris, penebusan dosa, Trinitas, dan ketuhanan Yesus.

Terkait dengan Hari Ulang Tahun Kematian Yesus, beberapa waktu lalu penulis mendapati buku berjudul Memfitnah Yesuskarya Dr Erwin Lutzer di toko buku Gramedia. Buku setebal 167 halaman yang diterbitkan oleh Light Publishing Jakarta ini adalah terjemahan dari edisi asli dalam bahasa InggrisSlandering Jesus.

Secara khusus, buku apologetika kristiani ini didedikasikan untuk memerangi berbagai pandangan teologi yang menentang doktrin Kristen tentang penyaliban, kematian dan ketuhanan Yesus Kristus. Dengan telak, Erwin menuding paham-paham tentang Yesus yang bertolak belakang dengan Kristen sebagai kebohongan.

Dalam bab II, secara khusus Erwin menghantam Al-Qur'an sebagai kebohongan, karena membantah penyaliban Yesus. Dalam judul “Kebohongan 2: Yesus Tidak Disalibkan.” Di bawah judul tersebut, ia mencantumkan terjemah Al-Qur'an surat An-Nisa’ 157” (hlm. 39).

Menurut Erwin, kisah Al-Qur'an tentang kegagalan penyaliban Yesus adalah kebohongan. Alasannya, jika Tuhan menggagalkan penyaliban dengan membuat orang Yahudi salah tangkap, berarti Tuhan dalam Al-Qur'an bersalah atas tindak penipuan. Erwin menulis:

“Menurut Al-Qur'an, orang-orang Yahudi tidak berhasil membunuh Yesus, yang disebut sebagai rasul Tuhan.  Beberapa penerjemah Muslim mengatakan bahwa orang-orang Yahudi membunuh seseorang yang dibuat Yesus tampak seperti Yesus. Tetapi hal ini akan membuat Tuhan bersalah atas penipuan dan ilusi. Mengapa Tuhan mau ikut serta dalam suatu tindakan yang menipu dan tidak jujur dengan menciptakan seseorang yang tampak seperti Yesus dan membuat orang yang tidak bersalah ini mati sebagai ganti Yesus? Tuhan pastinya bersalah karena tindak penipuan, memimpin orang-orang untuk percaya bahwa yang disalibkan itu adalah Yesus padahal kenyataannya itu adalah orang lain.” (hlm. 41).

Ayat Al-Qur'an yang digugat DR Erwin adalah sbb: “Dan karena kekafiran mereka (terhadap Isa) dan tuduhan mereka terhadap Maryam dengan kedustaan besar (zina), dan karena ucapan mereka: "Sesungguhnya kami telah membunuh Al Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah,” padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa” (Qs An-Nisa’ 157).

Menurut ayat tersebut, orang-orang kafir tidak berhasil menangkap dan menyalib Nabi Isa, apalagi sampai membunuhnya. Karena yang mereka tangkap lalu mereka salibkan ialah orang lain yang diserupakan dengan Nabi Isa.

...laporan penyaliban dalam Bibel penuh kontradiktif dan keraguan...

Para mufassir memahamkan surat An-Nisa’ 157 bahwa Nabi Isa sama sekali tidak disalib dan dibunuh, karena yang disalib dan dibunuh adalah orang lain yang diserupakan dengan Nabi Isa. Prof Dr H Mahmud Yunus dalam Tafsir Al-Qur’anul Karimmenerjemahkan ayat tersebut, “Sebenarnya Isa itu bukan mereka bunuh atau mereka salibkan, tetapi yang mereka salib itu, adalah orang yang serupa dengan Isa, yang telah dibuat samar” (hlm. 94). Prof Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azharmenyatakan, “Syubbiha artinya disamarkan. Yaitu diadakan orang lain, lalu ditimbulkan sangka dalam hati orang yang hendak membunuh itu bahwa orang lain itulah Isa” (Juz 6 hlm. 21).

Penyerupaan wajah orang lain menjadi Yesus sehingga proses penyaliban menjadi salah alamat tersebut, juga didukung data-data dalam Bibel bahwa:
  1. Penangkapan dilakukan pada waktu gelap (Yohanes 18:3).
  2. Salah tangkap menjadi semakin mungkin, karena Yesus punya mukjizat dapat merubah wajah (Matius 17:2).
  3. Para tentara yang melakukan penangkapan tidak ada yang mengenal wajah Yesus, sehingga mereka harus menyewa Yudas untuk menunjukkan siapa Yesus, dengan upah 30 keping uang perak (Matius 26:15).

KISAH PENYALIBAN YESUS PATUT DIRAGUKAN

Pernyataan Al-Qur'an bahwa orang-orang berselisih paham dan ragu-ragu tentang pembunuhan Isa adalah kebenaran yang tak dapat disangkal. Buktinya, laporan penyaliban dalam Bibel penuh kontradiktif dan keraguan, misalnya soal waktu penyaliban.
  1. Menurut Injil Markus 15:25, Yesus disalib pada jam 9: “Hari jam sembilan ketika ia (Yesus) disalibkan.”
  2. Padahal menurut Injil Yohanes 19:14, pada jam 12 Yesus masih belum disalib: “Hari itu ialah hari persiapan Paskah, kira-kira jam dua belas.”
  3. Sementara kedua Injil lainnya, yaitu Matius dan Lukas abstain tidak menulis apapun tentang waktu penyaliban.
Kontradiksi penyaliban Yesus masih banyak lagi, bisa dibaca dalam buku Dokumen Pemalsuan Alkitab terbitan Victory Press.

Penyelamatan terhadap Nabi Isa dari penyaliban adalah tindakan yang sangat tepat dan terhormat. Bukankah Bibel sendiri mengakui bahwa orang yang mati di tiang salib adalah manusia terkutuk:

“…Sebab ada tertulis: “Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!” (Galatia 3: 13).

Penyelamatan Tuhan dalam terhadap Nabi Isa dari penyaliban orang-orang kafir adalah tindakan yang Maha Tepat, bukan tipuan seperti tudingan Erwin Lutzer.

“Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya” 
(Qs. Ali Imran 54).

Maka sungguh aneh tudingan Dr Erwin Lutzer bahwa Tuhan dalam Al-Qur'an melakukan kesalahan dan penipuan. Rupanya Erwin lebih memihak orang kafir yang menginginkan kematian Nabi Isa dengan cara yang terkutuk.

LAPORAN BIBEL TENTANG PENYALIBAN YESUS DIRAGUKAN

Setelah menuding Al-Qur'an berbohong soal keselamatan Yesus dari penyaliban, Dr Erwin Lutzer, mencoba membandingkan validitas Al-Qur'an dan Bibel. Menurutnya, Bibel lebih dipercaya karena Injil saksi mata sehingga laporannya lebih akurat ketimbang Al-Qur'an yang ditulis lebih dari 500 tahun kemudian oleh seorang Muhammad yang bukan saksi mata. Erwin menulis:

“Kitab Injil melaporkan mengenai kematian Yesus dengan kesadaran akan keadaan yang sebenarnya dan secara mendetail yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang merupakan saksi mata dari peristiwa tersebut. Selain para  tentara Romawi, banyak orang yang berkumpul untuk melihat apa yang sedang terjadi saat itu” (hlm. 44).

Dalam pernyataan tersebut, Lutzer berdusta terhadap para murid Yesus, karena para murid Yesus bukanlah saksi mata penyaliban. Terbukti, menurut Bibel, ketika Yesus dibekuk tentara kafir, semua muridnya lari tunggang-langgang meninggalkan Yesus (Markus 14: 46-50).

...Lutzer berdusta terhadap para murid Yesus, karena para murid Yesus bukanlah saksi mata penyaliban...

Bahkan ketika dihadapkan di pengadilan, Yesus sangat membutuhkan pembelaan para muridnya. Tetapi semua murid Yesus tak satupun yang melakukan pembelaan. bahkan Petrus, murid kesayangan Yesus, justru menyangkal dan mengaku tak kenal dengan Yesus (Markus 14: 68-71). 

Para penulis keempat Injil pun tak satupun yang menyaksikan peristiwa dengan mata kepalanya. Semua penulis Injil ini bukan murid Yesus, bahkan Injil Markus sampai sekarang masih belum diketahui dengan pasti siapa pengarangnya, karena ia tidak menperkenalkan diri dalam Injil yang ditulisnya. Perhatikan komentar Lembaga Biblika Indonesia dalam Tafsir Injil Markus berikut:

“Pengarang Injil Markus adalah murid Petrus dari Roma, yang menyebutnya 'Markus, anakku'” (I Petrus 5: 13). Belum jelas apakah Markus ini sama dengan Yohanes Markus dari Yerusalem, anak Maria, yang tempatnya digunakan untuk berkumpul dan berdoa jemaat Kristen pertama (Kisah Para Rasul 12: 12).

Tanpa memperkenalkan diri, Markus memulai penulisannya: “Inilah permulaan Injil tentang Yesus Kristus, Anak Allah.” Dalam karyanya, Markus tidak menonjolkan diri. Juga tidak menyebut nama sendiri atau menambahkan sesuatu yang dapat menyingkapkan kepribadiannya” (hlm. 9-10).

Jika pengarang Injil itu masih misterius, maka mempercayai karya tulisnya sebagai dasar keimanan adalah kepercayaan yang misterius.


...Jika para penulis Injil itu adalah saksi mata terjadinya penyaliban Yesus, maka bisa dipastikan kontradiksi kronologis itu tidak perlu terjadi...

KONTRADIKSI CERITA PENYALIBAN DALAM BIBEL

Kesimpulan bahwa para penulis Injil bukan saksi mata cerita penyaliban dalam Bibel, semakin diperkuat dengan banyaknya kontradiksi kronologis kisah penyaliban Yesus, misalnya:

a. Tulisan apa yang ada di atas kayu salib?
Injil Matius 27:37 melaporkan bahwa di atas salib Yesus terpampang tulisan “Inilah Yesus Raja orang Yahudi”. Sedangkan Injil Markus 15: 26 melaporkan bahwa tulisan itu berbunyi “Raja orang Yahudi”. Lukas 23:38 membaca bahwa tulisan di salib Yesus adalah “Inilah raja orang Yahudi”. Sangat berbeda dengan laporan Yohanes 19:19 “Yesus, orang Nazaret, Raja orang Yahudi”. Ini adalah pertentangan yang nyata.

b. Berapa orang yang mencaci maki Yesus di atas kayu salib?
Menurut Matius 27:44 dan Markus 15: 32, ada dua orang yang mencaci maki Yesus di atas kayu salib. Sedangkan Lukas 3:39 melaporkan bahwa yang mencaci Yesus hanya satu orang saja. Jelas kontradiksi, bukan?

c. Apakah Yesus mengecap anggur bercampur empedu?
Matius 27: 33-34 melaporkan bahwa Yesus mengecapnya. Sebaliknya, Markus 15: 23 melaporkan bahwa di atas tiang salib Yesus malah menolak anggur. Bukankah ini sangat kontradiktif?

d. Apakah teriakan Yesus waktu disalib?
Menurut Matius 27: 46-52 dan Markus 15: 34-38, sebelum mati Yesus berteriak “Eli, Eli, lama sabakhtani”, sedangkan Lukas 23: 45-46 mengatakan bahwa teriakan Yesus itu adalah “Ya Bapa, ke dalam tanganMu kuserahkan nyawaku”. Ini pertentangan ayat yang tidak bisa ditemukan, bukan??

e. Siapakah yang menurunkan tubuh Yesus dari tiang salib?
Matius 27: 59-60, Markus 15: 45-46 dan Lukas 23: 53 melaporkan bahwa yang menurunkan mayat Yesus dari tiang salib adalah Yusuf Arimatea sendiri. Tetapi Yohanes 19:38-42 membantah dan melapor¬kan bahwa yang menurunkan adalah Yusuf Arimatea dan Nicodemus. Ini jelas dua versi kisah yang saling berbeda!!

Jika para penulis Injil itu adalah saksi mata terjadinya penyaliban Yesus, maka bisa dipastikan kontradiksi kronologis itu tidak perlu terjadi. Adanya kontradiksi kronologis itu membuktikan bahwa para penulis Injil itu bukanlah saksi mata. Kemungkinan lainnya, kontradiksi itu terjadi bila para penulis Injil adalah orang-orang yang ceroboh atau lemah ingatan.

...Daripada menggugat kitab suci agama lain, lebih bermanfaat bagi Dr Erwin Lutzer jika ia menyelidiki dan memperbaiki kekisruhan Alkitab (Bibel)...

Maka, gugatan Dr Erwin Lutzer terhadap Al-Qur'an tidak relevan dan upaya pemborosan energi. Daripada menggugat kitab suci agama lain, lebih bermanfaat bagi Dr Erwin Lutzer jika ia menyelidiki keruwetan dan problematika Alkitab (Bibel) yang mengisahkan penyaliban Yesus dengan seribu satu kerumitan. [a ahmad hizbullah mag/voa-islam.com]

Rabu, 06 Maret 2013

Kenapa Paus Benediktus XVI Lengser Keprabon ?


Inilah alasan Paus Benediktus XVI mengundurkan diri. Uraian ini diambil dari politik.pelitaonline.com yang diterbitkan Selasa, 19 Februari 2013 10:50

Melacak Alasan Pengunduran Diri Paus Benediktus XVI


Masa kepemimpinan Paus Benediktus XVI diwarnai dengan dinamika pasang surut dan krisis yang mendera Vatikan. Salah satu krisis besar Vatikan di era kepemimpinan Benediktus XVI adalah terbongkarnya kasus pelecehan seksual para pastor terhadap anak-anak (pedofilia). Terciumnya skandal seks sejumlah pejabat teras gereja Katolik terhadap anak-anak dan remaja di berbagai negara, berbuntut krisis serius bagi Vatikan. Kebobrokan moral sejumlah pendeta dan uskup di berbagai negara di antaranya Brazil, Irlandia, Austria dan Jerman memicu kemarahan opini publik terutama para pengikut gereja Katolik.


Vatikan, POL
Masyarakat dunia pada 11 Februari 2013 seakan terfokus hanya pada satu isu, Paus Benediktus XVI. Tidak ada yang menyangka bahwa pemimpin gereja Katolik dunia ini mengumumkan keputusan yang mengejutkan. Keputusan Benediktus XVI ini merupakan hal langka, sebab langkah tersebut merupakan yang pertama kalinya terjadi dalam kurun waktu hampir 600 tahun terakhir. Paus Gregorius XII juga pernah menyatakan mengundurkan diri, namun hal itu terjadi pada 1415. Paus asal Jerman bernama asli Josef Aloisius Ratzinger yang kini berusia 85 tahun itu mengatakan, ia mulai merasakan beban jabatan yang harus diembannya, "Saya pergi demi kemaslahatan Gereja...," katanya.

Paus Benediktus XVI mengaku bahwa dirinya tidak lagi kuat untuk mengemban tugasnya sebagai pimpinan gereja Katolik. "Untuk alasan dan menyadari atas tindakan ini, dengan kebebasan yang penuh, saya umumkan bahwa saya meninggalkan jabatan saya di Kementerian Uskup Roma, Penerus Santo Petrus," demikian pernyataan Paus dari Vatikan.

Paus Benediktus XVI merasa kesehatannya kian menurun dalam beberapa bulan terakhir. Juru bicara Vatikan Federico Lombardi juga sudah mengumumkan bahwa Paus Benediktus XVI akan meninggalkan jabatannya pada 28 Februari 2013.

Paus Benediktus XVI diangkat sebagai uskup agung Munchen pada 1977. Pada tahun yang sama, ia juga diangkat sebagai kardinal. Paus Yohanes Paulus II menghargai Ratzinger sebagai seorang ahli teologi yang cakap. Dan pada tahun 2005 lalu, Ratzinger terpilih menjadi paus menggantikan Yohanes Paulus II. Dengan pengunduran diri Benediktus XVI, Vatikan memasuki masa Sede Vacante (kekosongan tahta). Pada masa ini, Dewan Kardinal akan bertemu setiap hari membahas berbagai urusan terkait administrasi gereja dan persiapan untuk memilih paus baru.

Pengunduran diri paus dari segi politik merupakan sebuah inovasi dan pelanggaran tradisi. Namun dari segi ideologi Katolik, kepausan adalah bukan jabatan publik yang bisa diletakkan oleh seseorang, tapi ia merupakan sebuah posisi spiritual dan pemimpin tahta suci. Dalam teologi Katolik, kepausan merupakan bentuk tanggung jawab dan tugas yang diberikan oleh Tuhan untuk menjadi wakil Kristus di muka bumi. Ketika seorang kardinal diangkat menjadi paus, maka ia telah menjadi wakil Isa al-Masih dan memiliki kedudukan istimewa di tengah umatnya. Oleh karena itu, kepausan merupakan kedudukan seumur hidup dan paus baru akan diangkat setelah pendahulunya meninggal dunia.

Masa kepemimpinan Paus Benediktus XVI diwarnai dengan dinamika pasang surut dan krisis yang mendera Vatikan. Salah satu krisis besar Vatikan di era kepemimpinan Benediktus XVI adalah terbongkarnya kasus pelecehan seksual para pastor terhadap anak-anak (pedofilia). Terciumnya skandal seks sejumlah pejabat teras gereja Katolik terhadap anak-anak dan remaja di berbagai negara, berbuntut krisis serius bagi Vatikan. Kebobrokan moral sejumlah pendeta dan uskup di berbagai negara di antaranya Brazil, Irlandia, Austria dan Jerman memicu kemarahan opini publik terutama para pengikut gereja Katolik.

Kasus pelecehan seksual terhadap anak-anak dilakukan oleh sejumlah pastor di beberapa negara Eropa, Amerika Serikat, dan Australia. The Economist -sebagaimana dikutip kantor berita Irib- melaporkan bahwa skandal itu menjalar cepat melebihi skandal serupa yang menyebar di sekujur Amerika Serikat dalam beberapa tahun belakangan. Perilaku memalukan ini merugikan gereja hingga lebih dari 2 miliar dolar untuk biaya kompensasi korban atas kasus-kasus tersebut.

Sebuah komisi independen di Den Haag, Belanda, pada Desember 2012 mengumumkan hasil investigasi mereka. Menurut hasil penyelidikan itu, puluhan ribu anak jadi korban pelecehan para pastor di Belanda sejak 1945. Setelah memeriksa 1.795 laporan, komisi itu menemukan setidaknya 10.000 hingga 20.000 anak dilecehkan secara seksual di lembaga-lembaga Katolik. Kebanyakan kasus melibatkan pelecehan ringan hingga moderat dan diperkirakan ada beberapa ribu kasus pemerkosaan. Menurut laporan tersebut, terindifikasi 800 orang terlibat dalam kasus pelecehan seksual ini dan kurang lebih 100 orang dari mereka masih aktif di gereja.

Pihak gereja sepertinya sengaja mengabaikan kasus-kasus tersebut. Para pengurus gereja Katolik gagal dalam menangani pelecehan yang terjadi di sekolah-sekolah dan panti asuhan di bawah gereja. Ketua komisi itu, Wim Deetman mengatakan, "Masalah ini sudah lama diketahui, tapi tidak pernah diambil tindakan yang memadai." Tim independen itu mulai melakukan investigasi pada Agustus 2010, menyusul kasus dugaan pelecehan seksual di sebuah sekolah Katolik di Belanda Timur. Kasus tersebut mendorong sejumlah korban lainnya untuk melapor.

Skandal pelecehan seksual di lingkungan gereja sudah menjadi masalah gereja Katolik se-Eropa, bahkan di bumi Amerika. Di Eropa, skandal-skandal seperti itu terungkap di banyak negara, mulai Irlandia, Jerman, Swedia, Swiss hingga Austria. Sebuah penelitian di Swiss juga menunjukkan bahwa ribuan anak di sekolah-sekolah pada dekade 1970 telah menjadi korban pelecehan seksual oleh para pendeta Katolik. Berdasarkan laporan itu, banyak dari siswa di berbagai sekolah di bawah gereja Katolik Swiss telah melakukan bunuh diri akibat pelecehan tersebut.

Menyusul terkuaknya kebobrokan moral gereja Katolik, Paus Benediktus XVI memikul beban berat dan kasus itu selalu menjadi sorotan tajam publik kemanapun ia pergi. Demi mengurangi kritikan dari berbagai pihak, pemimpin Katolik dunia ini biasanya melakukan pertemuan dengan beberapa korban pelecehan dan menghibur mereka dalam setiap kunjungannya. Cara lain untuk meredam protes publik adalah dengan memberi kompensasi kepada para korban pelecehan dan ini tentu saja menguras kas gereja. Namun, langkah itu hanya memiliki dampak kecil terhadap Vatikan. Skandal seks sejumlah pendeta Katolik mengguncang keyakinan para pengikut ajaran ini. Figur yang seharusnya menjadi pembimbing masyarakat menuju kesempurnaan spiritualitas dan ketinggian moral justru melakukan kejahatan hina.

Pendeta yang dikenal sebagai bapak ruhani dan gereja sebagai tempat bernaung umat, telah menjadi sebuah ancaman yang menakutkan bagi masa depan anak-anak. Tentu saja, banyak pendeta yang bersih dan bermoral di lingkungan gereja, namun kasus pelecehan seksual telah mencoreng wajah gereja dan mempertaruhkan kredibilitas para pemimpinnya. Jika kekakuan pemikiran dan kediktatoran pada abad pertengahan telah membuat masyarakat menjauhi agama dan lahirnya mazhab-mazhab humanisme dan liberalisme, maka sekarang kasus-kasus pelecehan seksual akan mendorong umat Katolik meninggalkan gereja mereka.

Di Jerman saja, sekitar 180 ribu orang meninggalkan gereja Katolik menyusul terkuaknya skandal moral para pendeta. Lebih dari 60 persen pemuda Jerman juga menyatakan bahwa mereka sama sekali tidak tertarik untuk memeluk agama apapun. Gereja Katolik telah kehilangan muka, para pendetanya tidak menunaikan tugas mereka dengan baik dan warga Eropa semakin jauh dari agama. Krisis di gereja Katolik tidak hanya terbatas pada skandal moral para pendeta, tapi ada kasus lain yang turut menyita perhatian publik, yaitu kasus korupsi, perebutan kekuasaan internal, dan intrik di tingkat tertinggi pemerintahan gereja Katolik itu.

Paolo Gabriele, salah satu dari beberapa anggota rumah tangga kepausan, ditangkap pada Mei 2012. Ia dituding turut andil membocorkan sejumlah dokumen kepausan. Skandal yang kerap disebut Vatileaks ini muncul setelah publikasi sebuah buku yang berdasar pada dokumen Vatikan yang bocor, termasuk korespondensi, catatan, dan memo kepada paus dan sekretaris pribadinya. Kasus itu juga diikuti dengan pelengseran, Ettore Gotti Tedeschi petinggi bank yang berafiliasi pada Tahta Suci. Ia diduga terlibat dalam skandal Vatileaks.

Menyangkut masa depan gereja Katolik, para pengamat percaya bahwa paus mendatang juga akan mengadopsi kebijakan konservatif seperti Benediktus XVI. Salah satu tugas berat pemimpin baru gereja Katolik adalah mengakhiri kasus pelecehan seksual dan kasus-kasus penyimpangan moral lainnya serta memulihkan citra Vatikan yang tercoreng. Gereja Katolik membutuhkan sebuah evaluasi komprehensif dalam beberapa ajarannya, yang bahkan bertentangan dengan fitrah kemanusiaan. Salah satu dari penyimpangan itu adalah larangan untuk menikah bagi para pendeta Katolik. 


http://politik.pelitaonline.com/news/2013/02/19/melacak-alasan-pengunduran-diri-paus-benediktus-xvi#.UTa9-qKJFkQ
Selasa, 19 Februari 2013 10:50

Selasa, 26 Februari 2013

DALIL-DALIL TENTANG ILMU


Mengenai Ilmu :

1. Sesungguhnya yang menaruh bimbang dan takut (melanggar perintah) Allah dari kalangan hamba-hamba-Nya hanyalah orang-orang yang berilmu. (al-Faatir: 28)
*) Al-Imam Ibnu Katsir berkata dalam tafsirnya: “(Maksud ayat tersebut adalah) hanya saja yang takut kepada Allah dengan sebenar-benar takut adalah para ulama yang mengenal-Nya. Karena ketika semakin sempurna pengenalan dan ilmu terhadap Dzat Yang Maha Agung, Yang Maha Kuasa, Yang Maha Mengetahui, Yang memiliki sifat-sifat yang sempurna dan nama-nama yang baik, akan semakin sempurna dan semakin besar pula khasyyah (rasa takut) nya.”

2. "Penuntut ilmu dijamin oleh Allah rezekinya". (Rasulullah SAW)

3. “Barangsiapa dikehendaki Allah atasnya kebaikan niscaya ia akan difahamkan akan agamanya” (Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam)

4. "Perkara yang paling aku takuti terjadi terhadap umat ini adalah munculnya orang yang alim pada lisan tetapi jahil pada hati". (Umar ibn al Khattab r.a) 

5. "Berbincanglah mengenai urusanmu dengan orang-orang yang takutkan Allah". (Umar ibn al Khattab r.a) 

6. “Bukanlah ilmu itu karena banyaknya hadits, akan tetapi ilmu itu karena banyaknya khasy-yah.” (Ibnu Mas’ud r.a)

7. “Cukuplah takut kepada Allah itu dikatakan sebagai ilmu dan cukuplah membangkang dari-Nya dikatakan sebagai kejahilan.”. (Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu).

8. “Umat manusia sangat membutuhkan ilmu jauh lebih banyak daripada kebutuhan mereka terhadap makanan dan minuman. Karena makanan dan minuman dibutuhkan dalam sehari cukup sekali atau dua kali. Adapun ilmu, maka ia dibutuhkan sebanyak hembusan nafas.” (Ahmad bin Hanbal rahimahullah)

9. “Bukanlah ilmu itu diukur dengan banyaknya riwayat. Akan tetapi pokok dari ilmu adalah khas-yah/rasa takut kepada Allah.” (Abdullah bin Mas’ud r.a) 

10. "Janganlah kalian memutuskan satu urusan dari urusan-urusan dunia dan agama kecuali setelah berbincang dengan ulama. Maka kesudahannya akan dipuji di sisi Allah SWT". (Sahl ibn Abdullah r.a) 

11. "Wahai Abu Muhammad! Siapakah ulama?" Jawabnya: "Orang-orang yang mengutamakan akhirat daripada dunia dan mengutamakan Allah daripada diri mereka sendiri". (Abu Muhammad r.a)

12. "Manusia yang paling pengasih ialah ulama, kerana perasaan takut mereka kepada Allah dan kebimbangan mereka terhadap apa yang diajar oleh Allah SWT". (Al Wasiti r.a) 

13. Seorang lelaki bertanya kepada Sheikh Junaid al Baghdadi r.a:
"Apakah ilmu yang paling berguna?" Jawabnya, "Ilmu yang menunjukkan kamu kepada Allah SWT dan menjauhkan kamu daripada menurut hawa nafsumu".

14. "Ilmu yang bermanfaat ialah ilmu yang menunjukkan pemiliknya kepada sifat tawaduk, sentiasa bermujahadah, menjaga hati, menjaga anggota zahir dari melakukan maksiat, takut kepada Allah, berpaling daripada dunia dan penuntut dunia, menjauhi orang-orang yang mengasihi dunia, meninggalkan apa yang ada di dunia kepada ahli dunia, suka memberi nasihat kepada makhluk, baik perilaku terhadap makhluk, suka duduk bersama golongan fuqara, memuliakan kekasih-
kekasih Allah dan menghadapkan diri kepada apa yang mereka utamakan.
"Apabila orang alim yang mencintai dunia dan ahlinya, dan mengumpulkan dunia melebihi daripada keperluannya, maka dia akan lalai daripada akhirat dan ketaatan kepada Allah mengikut kadar kecintaannya kepada dunia". (Sheikh Junaid )

15. “Karena seseorang itu tidak cukup hanya dengan belajar dan mengajar, bahkan dia harus mengamalkan ilmunya. Maka ilmu tanpa amal hanyalah menjadi hujjah yang menimpa pemiliknya. Sehingga ilmu itu bukan ilmu yang nafi’ kecuali bila disertai pengamalan. Orang yang berilmu namun tidak mengamalkannya, dia adalah orang yang dimurkai. Karena dia mengetahui kebenaran namun meninggalkannya. (Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah)

16. “Inti dari ilmu adalah takut kepada Allah” (Sebagian Salaf)

17. "Siapa-siapa yang bertambah ilmunya, maka bertambah jugalah kekhusyukannya (kerendahan hatinya)". (Sebahagian Salaf)

18. “Barangsiapa takut kepada Allah, maka dia adalah orang yang berilmu, dan barangsiapa yang mendurhakai Allah, maka dia adalah orang yang bodoh.” (Sebagian salaf )

19. “Orang-orang yang rusak di antara ahli ilmu kita, maka pada dirinya terdapat kemiripan dengan Yahudi. Dan orang-orang yang rusak di antara ahli ibadah kita, maka pada dirinya terdapat kemiripan dengan Nasrani.” (Ulama Salaf)

20. "Kalaulah ilmu tanpa takwa itu penentu suatu kemuliaan, nescaya semulia-mulia makhluk Allah ialah iblis". (Sebagian ulama)

Dari berbagai sumber.

Apa itu Syar'i ?


PENGERTIAN ILMU SYAR’I

Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas



Secara bahasa اَلْعِلْمُ (al-‘ilmu) adalah lawan dari اَلْجَهْلُ (al-jahl atau kebodohan), yaitu mengetahui sesuatu sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, dengan pengetahuan yang pasti.

Secara istilah dijelaskan oleh sebagian ulama bahwa ilmu adalah ma’rifah (pengetahuan) sebagai lawan dari al-jahl (kebodohan). Menurut ulama lainnya ilmu itu lebih jelas dari apa yang diketahui.

Adapun ilmu yang kita maksud adalah ilmu syar’i, yaitu ilmu yang diturunkan oleh Allah Ta’ala kepada Rasul-Nya berupa keterangan dan petunjuk. Maka, ilmu yang di dalamnya terkandung pujian dan sanjungan adalah ilmu wahyu, yaitu ilmu yang diturunkan oleh Allah saja. [1] Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّيْنِ وَإِنَّمَا أَنَا قَاسِمٌ وَاللهُ يُعْطِي، وَلَنْ تَزَالَ هَذِهِ الْأُمَّةُ قَائِمَةً عَلَى أَمْرِ اللهِ لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَالَفَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللهِ.

“Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, Dia akan menjadikannya faham tentang agamanya. Sesungguhnya aku hanyalah yang membagikan dan Allah-lah yang memberi. Dan ummat ini akan senantiasa tegak di atas perintah Allah, tidak akan membahayakan mereka orang-orang yang menyelisihi mereka hingga datangnya keputusan Allah (hari Kiamat).”[2]

Imam al-Auza’i (wafat th. 157 H) rahimahullaah mengatakan, “Ilmu adalah apa yang berasal dari para Shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Adapun yang datang bukan dari seseorang dari mereka, maka itu bukan ilmu.” [3]

Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullaah mengatakan, “Ilmu adalah mengetahui sesuatu dengan pengetahuan yang sebenarnya.

Tingkatan Ilmu Pada Seseorang Ada Enam Tingkatan.

Pertama: Al-‘Ilmu yakni mengetahui sesuatu sesuai dengan keadaan yang pasti dan yang sebenarnya dengan pengetahuan.

Kedua: Al-Jahlul basith yakni tidak mengetahui sesuatu sama sekali.

Ketiga: Al-Jahlul murakkab yakni mengetahui sesuatu tidak sesuai dengan yang sebenarnya. Disebut murakkab karena pada orang tersebut ada dua kebodohan sekaligus, yaitu bodoh karena ia tidak mengetahui yang sebenarnya dan bodoh karena beranggapan bahwa dirinya tahu padahal sebenarnya ia tidak tahu.

Keempat: Al-Wahm yakni mengetahui sesuatu dengan kemungkinan salah lebih besar daripada benarnya.

Kelima: Asy-Syakk yakni mengetahui sesuatu yang kemungkinan benar atau salahnya sama.

Keenam: Azh-Zhann yakni mengetahui sesuatu yang kemungkinan benarnya lebih besar daripada salahnya.

Sedang Ilmu Itu Terbagi Menjadi Dua, Dharuri Dan Nazhari.
Dharuri yaitu pengetahuan yang dapat diperoleh secara langsung tanpa memerlukan penelitian dan dalil, seperti pengetahuan bahwa api itu panas. 

Nazhari yaitu pengetahuan yang hanya bisa diperoleh dengan cara melakukan penelitian dan dengan dalil, misalnya pengetahuan tentang wajibnya niat dalam berwudhu'.”[4]

Adapun jika dilihat dari sudut pembebanannya (kewajibannya) kepada seorang Muslim, maka ilmu syar’i ini terbagi menjadi dua.

Pertama: ‘Ilmu ‘aini yakni ilmu yang wajib diketahui dan dipelajari oleh setiap Muslim dan Muslimah, contohnya ilmu tentang iman, thaharah (bersuci), shalat, puasa, zakat –apabila telah memiliki harta yang mencapai nishab dan haul- haji ke Baitullah bagi yang mampu, dan segala apa yang telah diketahui dengan pasti dalam agama dari berbagai perintah dan larangan. Tidaklah anak-anak yang menginjak dewasa ditanya tentang ilmu ini, melainkan mereka mengetahuinya.

Kedua: ‘Ilmu kifa-i yakni ilmu yang tidak wajib atas setiap Muslim untuk mengetahui dan mempelajarinya. Apabila sebagian dari mereka telah mengetahui dan mempelajarinya, maka gugurlah kewajiban atas sebagian yang lainnya. Namun, apabila tidak ada seorang pun dari mereka yang mengetahui dan mempelajarinya padahal mereka sangat membutuhkan ilmu tersebut, maka berdosalah mereka semuanya. Contohnya adalah menghafalkan Al-Qur-an, ilmu qira’at, ilmu waris, ilmu hadits, mengetahui halal dan haram, dan yang sejenisnya. Jenis ilmu ini tidak wajib dipelajari oleh setiap individu Muslim dan Muslimah, tetapi cukup dilakukan sebagian mereka.[5]

Footnote
[1]. Lihat Kitaabul ‘Ilmi (hal. 13), karya Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullaah, cet. Daar Tsurayya lin Nasyr, th. 1420 H.
[2]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Ahmad (I/306, II/234, IV/92, 95, 96), al-Bukhari (no. 71, 3116, 7312), dan Muslim (no. 1037), lafazh ini milik al-Bukhari dari Shahabat Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiyallaahu ‘anhuma.
[3]. Jaami’ Bayaanil ‘Ilmi wa Fadhlihi (I/618, no. 1067).
[4]. Syarah Tsalaatsatil Ushuul (hal. 18-19).
[5]. Lihat kitab Thariiq ilal ‘Ilmi as-Subulun Naaji’ah li Thalabil ‘Uluumin Naafi’ah (hal. 18-19), karya ‘Amr bin ‘Abdul Mun’im Salim hafizhahullaah.


almanhaj.or.id


Apa itu Zuhud ?


ARTI ZUHUD

Menurut Ibnu Taimiyah : zuhud adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfaat demi kehidupan akhirat.

Menurut Al-Hasan Al-Bashri : zuhud itu bukanlah mengharamkan yang halal atau menyia-nyiakan harta, akan tetapi zuhud di dunia adalah engkau lebih mempercayai apa yang ada di tangan Allah daripada apa yang ada di tanganmu. Keadaanmu antara ketika tertimpa musibah dan tidak adalah sama saja, sebagaimana sama saja di matamu antara orang yang memujimu dengan yang mencelamu dalam kebenaran.

Hakekat zuhud : Zuhud itu berada di dalam hati, yaitu dengan keluarnya rasa cinta dan ketamakan terhadap dunia dari hati seorang hamba. Ia jadikan dunia (hanya) di tangannya, sementara hatinya dipenuhi rasa cinta kepada Allah dan akhirat.

Tafsir zuhud :

Zuhud ditafsirkan dengan tiga perkara yang semuanya berkaitan dengan perbuatan hati:

Bagi seorang hamba yang zuhud, apa yang ada di sisi Allah lebih dia percayai daripada apa yang ada di tangannya sendiri. Hal ini timbul dari keyakinannya yang kuat dan lurus terhadap kekuasaan Allah. Abu Hazim az-Zahid pernah ditanya, “Berupa apakah hartamu?” Beliau menjawab, “Dua macam. Aku tidak pernah takut miskin karena percaya kepada Allah, dan tidak pernah mengharapkan apa yang ada di tangan manusia.” Kemudian beliau ditanya lagi, “Engkau tidak takut miskin?” Beliau menjawab, “(Mengapa) aku harus takut miskin, sedangkan Rabb-ku adalah pemilik langit, bumi serta apa yang berada di antara keduanya.”

Apabila terkena musibah, baik itu kehilangan harta, kematian anak atau yang lainnya, dia lebih mengharapkan pahala karenanya daripada mengharapkan kembalinya harta atau anaknya tersebut. Hal ini juga timbul karena keyakinannya yang sempurna kepada Allah.

Baginya orang yang memuji atau yang mencelanya ketika ia berada di atas kebenaran adalah sama saja. Karena kalau seseorang menganggap dunia itu besar, maka dia akan lebih memilih pujian daripada celaan. Hal itu akan mendorongnya untuk meninggalkan kebenaran karena khawatir dicela atau dijauhi (oleh manusia), atau bisa jadi dia melakukan kebatilan karena mengharapkan pujian. Jadi, apabila seorang hamba telah menganggap sama kedudukan antara orang yang memuji atau yang mencelanya, berarti menunjukkan bahwa kedudukan makhluk di hatinya adalah rendah, dan hatinya dipenuhi dengan rasa cinta kepada kebenaran.


Tingkatan zuhud

Ada beberapa tingkatan zuhud sesuai dengan keadaan setiap orang yang melakukannya, yaitu:

Berusaha untuk hidup zuhud di dunia; sementara ia menghendaki (dunia tersebut), hati condong kepadanya dan selalu menoleh ke arahnya, akan tetapi ia berusaha melawan dan mencegahnya.

Orang yang meninggalkan dunia dengan suka rela, karena di matanya dunia itu rendah dan hina, meskipun ada kecenderungan kepadanya. Dan ia meninggalkan dunia tersebut (untuk akhirat), bagaikan orang yang meninggalkan uang satu dirham untuk mendapatkan uang dua dirham (maksudnya balasan akhirat itu lebih besar daripada balasan dunia).

Orang yang zuhud dan meninggalkan dunia dengan hati yang lapang. Ia tidak melihat bahwa dirinya meninggalkan sesuatu apapun. Orang seperti ini bagaikan seseorang yang hendak masuk ke istana raja, terhalangi oleh anjing yang menjaga pintu, lalu ia melemparkan sepotong roti ke arah anjing tersebut sehingga membuat anjing tersebut sibuk (dengan roti tadi), dan ia pun dapat masuk (ke istana) untuk menemui sang Raja dan mendapatkan kedekatan darinya. Anjing di sini diumpamakan sebagai syaitan yang berdiri di depan pintu (kerajaan/surga) Allah, yang menghalangi manusia untuk masuk ke dalamnya, sementara pintu tersebut dalam keadaan terbuka. Adapun roti diumpamakan sebagai dunia, maka barangsiapa meninggalkannya niscaya akan memperoleh kedekatan dari Allah.


muslim.or.id

Senin, 25 Februari 2013

Apa itu Wahabi ? (Bagian II)


Pokok-Pokok Landasan Dakwah yang Dicap Sebagai Wahabi
Pokok landasan dakwah yang utama sekali beliau tegakkan adalah pemurnian ajaran tauhid dari berbagai campuran syirik dan bid’ah, terutama dalam mengkultuskan para wali, dan kuburan mereka, hal ini akan nampak jelas bagi orang yang membaca kitab-kitab beliau, begitu pula surat-surat beliau (lihat kumpulan surat-surat pribadi beliau dalam kita Majmu’ Muallafaat Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab, jilid 3).

Dalam sebuah surat beliau kepada penduduk Qashim, beliau paparkan aqidah beliau dengan jelas dan gamblang, ringkasannya sebagaimana berikut: “Saya bersaksi kepada Allah dan kepada para malaikat yang hadir di sampingku serta kepada anda semua:

Saya bersaksi bahwa saya berkeyakinan sesuai dengan keyakinan golongan yang selamat yaitu Ahlus Sunnah wal Jama’ah, dari beriman kepada Allah dan kepada para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, kepada hari berbangkit setelah mati, kepada takdir baik dan buruk.
Termasuk dalam beriman kepada Allah adalah beriman dengan sifat-sifat-Nya yang terdapat dalam kitab-Nya dan sunnah rasul-Nya tanpa tahriif (mengubah pengertiannya) dan tidak pula ta’tiil (mengingkarinya). Saya berkeyakinan bahwa tiada satupun yang menyerupai-Nya. Dan Allah itu Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (Dari ungkapan beliau ini terbantah tuduhan bohong bahwa beliau orang yang menyerupakan Allah dengan makhluk (Musabbihah atau Mujassimah))

Saya berkeyakinan bahwa al-Qur’an itu adalah kalamullah yang diturunkan, ia bukan makhluk, datang dari Allah dan akan kembali kepada-Nya.

Saya beriman bahwa Allah itu berbuat terhadap segala apa yang dikehendaki-Nya, tidak satupun yang terjadi kecuali atas kehendak-Nya, tiada satupun yang keluar dari kehendak-Nya.

Saya beriman dengan segala perkara yang diberitakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang apa yang akan terjadi setelah mati, saya beriman dengan azab dan nikmat kubur, tentang akan dipertemukannya kembali antara ruh dan jasad, kemudian manusia dibangkit menghadap Sang Pencipta sekalian alam, dalam keadaan tanpa sandal dan pakaian, serta dalam keadaan tidak bekhitan, matahari sangat dekat dengan mereka, lalu amalan manusia akan ditimbang, serta catatan amalan mereka akan diberikan kepada masing-masing mereka, sebagian mengambilnya dengan tangan kanan dan sebagian yang lain dengan tangan kiri.

Saya beriman dengan telaga Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Saya beriman dengan shirat (jembatan) yang terbentang di atas neraka Jahanam, manusia melewatinya sesuai dengan amalan mereka masing-masing.

Saya beriman dengan syafa’at Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa Dia adalah orang pertama sekali memberi syafa’at, orang yang mengingkari syafa’at adalah termasuk pelaku bid’ah dan sesat. (Dari ungkapan beliau ini terbantah tuduhan bohong bahwa beliau orang yang mengingkari syafa’at Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam)

Saya beriman dengan surga dan neraka, dan keduanya telah ada sekarang, serta keduanya tidak akan sirna.

Saya beriman bahwa orang mukmin akan melihat Allah dalam surga kelak.

Saya beriman bahwa Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah penutup segala nabi dan rasul, tidak sah iman seseorang sampai ia beriman dengan kenabiannya dan kerasulannya. (Dari ungkapan beliau ini terbantah tuduhan bohong bahwa beliau orang yang mengaku sebagai nabi atau tidak memuliakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. bahkan beliau mengarang sebuah kitab tentang sejarah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan judul Mukhtashar sirah Ar Rasul, bukankah ini suatu bukti tentang kecintaan beliau kepada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam.)

Saya mencintai para sahabat Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, begitu pula para keluarga beliau, saya memuji mereka, dan mendoakan semoga Allah meridhai mereka, saya menutup mulut dari membicarakan kejelekan dan perselisihan yang terjadi antara mereka.

Saya mengakui karamah para wali Allah, tetapi apa yang menjadi hak Allah tidak boleh diberikan kepada mereka, tidak boleh meminta kepada mereka sesuatu yang tidak mampu melakukannya kecuali Allah. (Dari ungkapan beliau ini terbantah tuduhan bohong bahwa beliau orang yang mengingkari karamah atau tidak menghormati para wali)

Saya tidak mengkafirkan seorang pun dari kalangan muslim yang melakukan dosa, dan tidak pula menguarkan mereka dari lingkaran Islam. (dari ungkapan beliau ini terbantah tuduhan bohong bahwa beliau mengkafirkan kaum muslimin, atau berfaham khawarij, baca juga Manhaj syeikh Muhammad bin Abdul Wahab fi masalah at takfiir, karangan Ahmad Ar Rudhaiman)

Saya berpandangan tentang wajibnya taat kepada para pemimpin kaum muslimin, baik yang berlaku adil maupun yang berbuat zalim, selama mereka tidak menyuruh kepada perbuatan maksiat. (dari ungkapan beliau ini terbantah tuduhan bohong bahwa beliau orang yang menganut faham khawarij (teroris))

Saya berpandangan tentang wajibnya menjauhi para pelaku bid’ah, sampai ia bertaubat kepada Allah, saya menilai mereka secara lahir, adapun amalan hati mereka saya serahkan kepada Allah.

Saya berkeyakinan bahwa iman itu terdiri dari perkataan dengan lidah, perbuatan dengan anggota tubuh dan pengakuan dengan hati, ia bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan.

Bukti Kebohongan Tuduhan Wahabi Tehadap Dakwah Ahlussunnah Wal Jama’ah
Dengan membandingkan antara tuduhan-tuduhan sebelumnya dengan aqidah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab yang kita sebutkan di atas, tentu dengan sendirinya kita akan mengetahui kebohongan tuduhan-tuduhan tersebut.

Tuduhan-tuduhan bohong tersebut disebar luaskan oleh musuh dakwah Ahluss sunnah ke berbagai negeri Islam, sampai pada masa sekarang ini, masih banyak orang tertipu dengan kebohongan tersebut. sekalipun telah terbukti kebohongannya, bahkan seluruh karangan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab membantah tuduhan tersebut.

Kita ambil contoh kecil saja dalam kitab beliau “Ushul Tsalatsah” kitab yang kecil sekali, tapi penuh dengan mutiara ilmu, beliau mulai dengan menyebutkan perkataan Imam Syafi’i, kemudian di pertengahannya beliau sebutkan perkataan Ibnu Katsir yang bermazhab syafi’i jika beliau tidak mencintai para imam mazhab yang empat atau hanya berpegang dengan mazhab Hambali saja, mana mungkin beliau akan menyebutkan perkataan mereka tersebut.

Bahkan beliau dalam salah satu surat beliau kepada salah seorang kepala suku di daerah Syam berkata: “Saya katakan kepada orang yang menentangku, sesungguhnya yang wajib atas manusia adalah mengikuti apa yang diwasiatkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka bacalah buku-buku yang terdapat pada kalian, jangan kalian ambil dari ucapanku sedikitpun, tetapi apabila kalian telah mengetahui perkataan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam yang terdapat dalam kitab kalian tersebut maka ikutilah, sekalipun kebanyakan manusia menentangnya.” (lihat kumpulan surat-surat pribadi beliau dalam kitab Majmu’ Muallafaat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, jilid 3)

Dalam ungkapan beliau di atas jelas sekali bahwa beliau tidak mengajak manusia kepada pendapat beliau, tetapi mengajak untuk mengikuti ajaran Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Para ulama dari berbagai negeri Islam pun membantah tuduhan-tuduhan bohong tersebut setelah mereka melihat secara nyata dakwah yang beliau tegakkan, seperti dari daerah Yaman Imam Asy Syaukani dan Imam As Shan’any, dari India Syekh Mas’ud An-Nadawy, dari Irak Syaikh Muahmmad Syukri Al Alusy.

Syaikh Muhammad Syukri Al Alusy berkata setelah beliau menyebutkan berbagai tuduhan bohong yang disebar oleh musuh-musuh terhadap dakwah tauhid dan pengikutnya: “Seluruh tuduhan tersebut adalah kebohongan, fitnah dan dusta semata dari musuh-musuh mereka, dari golongan pelaku bid’ah dan kesesatan, bahkan kenyataannya seluruh perkataan dan perbuatan serta buku-buku mereka menyanggah tuduhan itu semua.” (al Alusy, Tarikh Nejd, hal: 40)

Begitu pula Syaikh Mas’ud An-Nadawy dari India berkata: “Sesungguhnya kebohongan yang amat nyata yang dituduhkan terhadap dakwah Syaikh Muhammad bin Abdu Wahhab adalah penamaannya dengan wahabi, tetapi orang-orang yang rakus berusaha mempolitisir nama tersebut sebagai agama di luar Islam, lalu Inggris dan turki serta Mesir bersatu untuk menjadikannya sebagai lambang yang menakutkan, yang mana setiap muncul kebangkitan Islam di berbagai negeri, lalu orang-orang Eropa melihat akan membahayakan mereka, mereka lalu menghubungkannya dengan wahabi, sekalipun keduanya saling bertentangan.” (Muhammad bin Abdul Wahab Mushlih Mazhluum, hal: 165)

Begitu pula Raja Abdul Aziz dalam sebuah pidato yang beliau sampaikan di kota Makkah di hadapan jamaah haji tgl 11 Mei 1929 M dengan judul “Inilah Aqidah Kami”: “Mereka menamakan kami sebagai orang-orang wahabi, mereka menamakan mazhab kami wahabi, dengan anggapan sebagai mazhab khusus, ini adalah kesalahan yang amat keji, muncul dari isu-isu bohong yang disebarkan oleh orang-orang yang mempunyai tujuan tertentu, dan kami bukanlah pengikut mazhab dan aqidah baru, Muhammad bin Abdul Wahab tidak membawa sesuatu yang baru, aqidah kami adalah aqidah salafus sholeh, yaitu yang terdapat dalam kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya, serta apa yang menjadi pegangan salafus sholeh. Kami memuliakan imam-imam yang empat, kami tidak membeda-bedakan antara imam-imam; Malik, Syafi’i , Ahmad dan Abu Hanifah, seluruh mereka adalah orang-orang yang dihormati dalam pandangan kami, sekalipun kami dalam masalah fikih berpegang dengan mazhab hambaly.” (al Wajiz fi Sirah Malik Abdul Aziz, hal: 216)

Dari sini terbukti lagi kebohongan dan propaganda yang dibuat oleh musuh Islam dan musuh dakwah Ahlussunnah bahwa teroris diciptakan oleh wahabi. Karena seluruh buku-buku aqidah yang menjadi pegangan di kampus-kampus tidak pernah luput dari membongkar kesesatan teroris (Khawarij dan Mu’tazilah). Begitu pula tuduhan bahwa Mereka tidak menghormati para wali Allah atau dianggap membikin mazhab yang kelima. Pada kenyataannya semua buku-buku yang dipelajari dalam seluruh jenjang pendidikan adalah buku-buku para wali Allah dari berbagai mazhab. Pembicara sebutkan di sini buku-buku yang menjadi panduan di Universitas Islam Madinah.

Untuk mata kuliah Aqidah: kitab “Syarah Aqidah Thawiyah” karangan Ibnu Abdil ‘iz Al Hanafi, “Fathul Majiid” karangan Abdurahman bin Hasan Al hambaly. Ditambah sebagai penunjang, “Al Ibaanah“ karangan Imam Abu Hasan Al Asy’ari, “Al Hujjah” karangan Al Ashfahany Asy Syafi’i, “Asy Syari’ah” karangan Al Ajurry, Kitab “At Tauhid” karangan Ibnu Khuzaimah, Kitab “At Tauhid” karangan Ibnu Mandah, dll.
Untuk mata kuliyah Tafsir: Tafsir Ibnu Katsir Asy Syafi’i, Tafsir Asy Syaukany. Ditambah sebagai penunjang: Tafsir At Thobary, Tafsir Al Qurtuby Al Maliky, Tafsir Al Baghawy As Syafi’i, dan lainnya.
Untuk mata kuliyah Hadits: Kutub As Sittah beserta Syarahnya seperti: “Fathul Bary” karangan Ibnu Hajar Asy Syafi’i, “Syarah Shahih Muslim” karangan Imam An Nawawy Asy Syafi”i, dll.
Untuk mata kuliyah fikih: “Bidayatul Mujtahid” karangan Ibnu Rusy Al maliky, “Subulus Salam” karangan Ash Shan’any. Ditambah sebagai penunjang: “al Majmu’” karangan Imam An Nawawy Asy Syafi”i, kitab “Al Mughny” karangan Ibnu Qudamah Al Hambali, dll. Kalau ingin untuk melihat lebih dekat lagi tentang kitab-kitab yang menjadi panduan mahasiswa di Arab Saudi silakan berkunjung ke perpustakaan Universitas Islam Madinah atau perpustakaan mesjid Nabawi, di sana akan terbukti segala kebohongan dan propaganda yang dibikin oleh musuh Islam dan kelompok yang berseberangan dengan paham Ahlussunnah wal Jama’ah seperti tuduhan teroris dan wahabi.

Selanjutnya kami mengajak para hadirin semua apabila mendengar tuduhan jelek tentang dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, atau membaca buku yang menyebarkan tuduhan jelek tersebut, maka sebaiknya ia meneliti langsung dari buku-buku Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab atau buku-buku ulama yang seaqidah dengannya, supaya ia mengetahui tentang kebohongan tuduhan-tuduhan tersebut, sebagaimana perintah Allah kepada kita:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ

“Wahai orang-orang yang beriman, bila seorang fasik datang kepadamu membawa sebuah berita maka telitilah, agar kamu tidak mencela suatu kaum dengan kebodohan, sehingga kamu menjadi menyesal terhadap apa yang kamu lakukan.”

Karena buku-buku Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab bisa didapatkan dengan sangat mudah terlebih-lebih pada musim haji dibagikan secara gratis, di situ akan terbukti bahwa beliau tidak mengajak kepada mazhab baru atau kepercayaan baru yang menyimpang dari pemahaman Ahlus Sunnah wal Jama’ah, namun semata-mata ia mengajak untuk beramal sesuai dengan kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya, sesuai dengan mazhab Ahlus Sunnah wal Jama’ah, meneladani Rasulullah dan para sahabatnya serta generasi terkemuka umat ini, serta menjauhi segala bentuk bid’ah dan khurafat.

Ringkasan Dan Penutup

Ringkasan:
Seorang da’i hendaklah membekali dirinya dengan ilmu yang cukup sebelum terjun ke medan dakwah.
Seorang da’i hendaklah memulai dakwah dari tauhid, bukan kepada politik, selama umat tidak beraqidah benar selama itu pula politik tidak akan stabil.
Seorang da’i hendaklah sabar dalam menghadapi berbagai rintangan dan tantang dalam menegakkan dakwah.
Seorang da’i yang ikhlas dalam dakwahnya harus yakin dengan pertolongan Allah, bahwa Allah pasti akan menolong orang yang menolong agama-Nya.
Tuduhan wahabi adalah tuduhan yang datang dari musuh dakwah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, dengan tujuan untuk menghalangi orang dari mengikuti dakwah Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Muhammad bin Abdul Wahhab bukanlah sebagai pembawa aliran baru atau ajaran baru, tetapi seorang yang berpegang teguh dengan aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Perlunya ketelitian dalam membaca atau mendengar sebuah isu atau tuduhan jelek terhadap seseorang atau suatu kelompok, terutama merujuk pemikiran seseorang tersebut melalui tulisan atau karangannya sendiri untuk pembuktian berbagai tuduhan dan isu yang tersebar tersebut.

Penutup
Sebagai penutup kami mohon maaf atas segala kekurangan dan kekeliruan dalam penyampaian materi ini, semua itu adalah karena keterbatasan ilmu yang kami miliki, semoga apa yang kami sampaikan ini bermanfaat bagi kami sendiri dan bagi hadirin semua, semoga Allah memperlihatkan kepada kita yang benar itu adalah benar, kemudian menuntun kita untuk mengikuti kebenaran itu, dan memperlihatkan kepada kita yang salah itu adalah salah, dan menjauhkan kita dari mengikuti yang salah itu.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد أن لا إله إلا أنت وأستغفرك وأتوب إليك.


(muslim.or.id)

Apa itu Wahabi ? (Bagian I)


بسم الله الرحمن الرحيم
إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمداً عبده ورسوله، صلى الله عليه وعلى آله وصحبه ومن تبعهم بإحسانٍ إلى يوم الدين.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيراً وَنِسَاء وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا . يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
فإن أصدقَ الحديث كتاب الله وخيرَ الهدي هديُ محمد صلى الله عليه وسلم وشرَّ الأمور محدثاتها وكلَّ محدثة بدعة وكلَّ بدعة ضلالة وكلَّ ضلالة في النار، أما بعد ؛

Pertama dan utama sekali kita ucapkan puji syukur kepada Allah subhaanahu wa ta’ala, yang senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita, sehingga pada kesempatan yang sangat berbahagia ini kita dapat berkumpul dalam rangka menambah wawasan keagamaan kita sebagai salah satu bentuk aktivitas ‘ubudiyah kita kepada-Nya. Kemudian salawat beserta salam buat Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang telah bersusah payah memperjuangkan agama yang kita cintai ini, untuk demi tegaknya kalimat tauhid di permukaan bumi ini, begitu pula untuk para keluarga dan sahabat beliau beserta orang-orang yang setia berpegang teguh dengan ajaran beliau sampai hari kemudian.

Selanjutnya tak lupa ucapan terima kasih kami aturkan untuk para panitia yang telah memberi kesempatan dan mempercayakan kepada kami untuk berbicara di hadapan para hadirin semua pada kesempatan ini, serta telah menggagas untuk terlaksananya acara tabliq akbar ini dengan segala daya dan upaya semoga Allah menjadikan amalan mereka tercatat sebagai amal saleh di hari kiamat kelak, amiin ya Rabbal ‘alamiin.

Dalam kesempatan yang penuh berkah ini, panitia telah mempercayakan kepada kami untuk berbicara dengan topik: Apa Wahabi Itu?, semoga Allah memberikan taufik dan inayah-Nya kepada kami dalam mengulas topik tersebut.

Pertanyaan yang amat singkat di atas membutuhkan jawaban yang cukup panjang, jawaban tersebut akan tersimpul dalam beberapa poin berikut ini:
Keadaan yang melatar belakangi munculnya tuduhan wahabi.
Kepada siapa ditujukan tuduhan wahabi tersebut diarahkan?.
Pokok-pokok landasan dakwah yang dicap sebagai wahabi.
Bukti kebohongan tuduhan wahabi terhadap dakwah Ahlussunnah Wal Jama’ah.
Ringkasan dan penutup.
Keadaan yang Melatar Belakangi Munculnya Tuduhan Wahabi

Para hadirin yang kami hormati, dengan melihat gambaran sekilas tentang keadaan Jazirah Arab serta negeri sekitarnya, kita akan tahu sebab munculnya tuduhan tersebut, sekaligus kita akan mengerti apa yang melatarbelakanginya. Yang ingin kita tinjau di sini adalah dari aspek politik dan keagamaan secara umum, aspek aqidah secara khusus.

Dari segi aspek politik Jazirah Arab berada di bawah kekuasaan yang terpecah-pecah, terlebih khusus daerah Nejd, perebutan kekuasaan selalu terjadi di sepanjang waktu, sehingga hal tersebut sangat berdampak negatif untuk kemajuan ekonomi dan pendidikan agama.

Para penguasa hidup dengan memungut upeti dari rakyat jelata, jadi mereka sangat marah bila ada kekuatan atau dakwah yang dapat akan menggoyang kekuasaan mereka, begitu pula dari kalangan para tokoh adat dan agama yang biasa memungut iuran dari pengikut mereka, akan kehilangan objek jika pengikut mereka mengerti tentang aqidah dan agama dengan benar, dari sini mereka sangat hati-hati bila ada seseorang yang mencoba memberi pengertian kepada umat tentang aqidah atau agama yang benar.

Dari segi aspek agama, pada abad (12 H / 17 M) keadaan beragama umat Islam sudah sangat jauh menyimpang dari kemurnian Islam itu sendiri, terutama dalam aspek aqidah, banyak sekali di sana sini praktek-praktek syirik atau bid’ah, para ulama yang ada bukan berarti tidak mengingkari hal tersebut, tapi usaha mereka hanya sebatas lingkungan mereka saja dan tidak berpengaruh secara luas, atau hilang ditelan oleh arus gelombang yang begitu kuat dari pihak yang menentang karena jumlah mereka yang begitu banyak di samping pengaruh kuat dari tokoh-tokoh masyarakat yang mendukung praktek-praktek syirik dan bid’ah tersebut demi kelanggengan pengaruh mereka atau karena mencari kepentingan duniawi di belakang itu, sebagaimana keadaan seperti ini masih kita saksikan di tengah-tengah sebagian umat Islam, barangkali negara kita masih dalam proses ini, di mana aliran-aliran sesat dijadikan segi batu loncatan untuk mencapai pengaruh politik.

Pada saat itu di Nejd sebagai tempat kelahiran sang pengibar bendera tauhid Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab sangat menonjol hal tersebut. Disebutkan oleh penulis sejarah dan penulis biografi Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, bahwa di masa itu pengaruh keagamaan melemah di dalam tubuh kaum muslimin sehingga tersebarlah berbagai bentuk maksiat, khurafat, syirik, bid’ah, dan sebagainya. Karena ilmu agama mulai minim di kalangan kebanyakan kaum muslimin, sehingga praktek-praktek syirik terjadi di sana sini seperti meminta ke kuburan wali-wali, atau meminta ke batu-batu dan pepohonan dengan memberikan sesajian, atau mempercayai dukun, tukang tenung dan peramal. Salah satu daerah di Nejd, namanya kampung Jubailiyah di situ terdapat kuburan sahabat Zaid bin Khaththab (saudara Umar bin Khaththab) yang syahid dalam perperangan melawan Musailamah Al Kadzab, manusia berbondong-bondong ke sana untuk meminta berkah, untuk meminta berbagai hajat, begitu pula di kampung ‘Uyainah terdapat pula sebuah pohon yang diagungkan, para manusia juga mencari berkah ke situ, termasuk para kaum wanita yang belum juga mendapatkan pasangan hidup meminta ke sana.

Adapun daerah Hijaz (Mekkah dan Madinah) sekalipun tersebarnya ilmu dikarenakan keberadaan dua kota suci yang selalu dikunjungi oleh para ulama dan penuntut ilmu. Di sini tersebar kebiasaan suka bersumpah dengan selain Allah, menembok serta membangun kubah-kubah di atas kuburan serta berdoa di sana untuk mendapatkan kebaikan atau untuk menolak mara bahaya dsb (lihat pembahasan ini dalam kitab Raudhatul Afkar karangan Ibnu Qhanim). Begitu pula halnya dengan negeri-negeri sekitar hijaz, apalagi negeri yang jauh dari dua kota suci tersebut, ditambah lagi kurangnya ulama, tentu akan lebih memprihatinkan lagi dari apa yang terjadi di Jazirah Arab.

Hal ini disebut Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dalam kitabnya al-Qawa’id Arba’: “Sesungguhnya kesyirikan pada zaman kita sekarang melebihi kesyirikan umat yang lalu, kesyirikan umat yang lalu hanya pada waktu senang saja, akan tetapi mereka ikhlas pada saat menghadapi bahaya, sedangkan kesyirikan pada zaman kita senantiasa pada setiap waktu, baik di saat aman apalagi saat mendapat bahaya.” Dalilnya firman Allah:

فَإِذَا رَكِبُوا فِي الْفُلْكِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُونَ

“Maka apabila mereka menaiki kapal, mereka berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan agama padanya, maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke daratan, seketika mereka kembali berbuat syirik.” (QS. al-Ankabut: 65)

Dalam ayat ini Allah terangkan bahwa mereka ketika berada dalam ancaman bencana yaitu tenggelam dalam lautan, mereka berdoa hanya semata kepada Allah dan melupakan berhala atau sesembahan mereka baik dari orang sholeh, batu dan pepohonan, namun saat mereka telah selamat sampai di daratan mereka kembali berbuat syirik. Tetapi pada zaman sekarang orang melakukan syirik dalam setiap saat.

Dalam keadaan seperti di atas Allah membuka sebab untuk kembalinya kaum muslimin kepada Agama yang benar, bersih dari kesyirikan dan bid’ah.
Sebagaimana yang telah disebutkan oleh Rasulullah dalam sabdanya:

« إِنَّ اللهَ يَبْعَثُ لِهَذِهِ الأُمَّةِ عَلَى رَأْسِ كُلِّ مِائَةِ سَنَةٍ مَنْ يُجَدِّدُ لَهَا دِيْنَهَا »

“Sesungguhnya Allah mengutus untuk umat ini pada setiap penghujung seratus tahun orang yang memperbaharui untuk umat ini agamanya.” (HR. Abu Daud no. 4291, Al Hakim no. 8592)

Pada abad (12 H / 17 M) lahirlah seorang pembaharu di negeri Nejd, yaitu: Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Dari Kabilah Bani Tamim. Yang pernah mendapat pujian dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabda beliau: “Bahwa mereka (yaitu Bani Tamim) adalah umatku yang terkuat dalam menentang Dajjal.” (HR. Bukhari no. 2405, Muslim no. 2525) tepatnya tahun 1115 H di ‘Uyainah di salah satu perkampungan daerah Riyadh. Beliau lahir dalam lingkungan keluarga ulama, kakek dan bapak beliau merupakan ulama yang terkemuka di negeri Nejd, belum berumur sepuluh tahun beliau telah hafal al-Qur’an, ia memulai pertualangan ilmunya dari ayah kandungnya dan pamannya, dengan modal kecerdasan dan ditopang oleh semangat yang tinggi beliau berpetualang ke berbagai daerah tetangga untuk menuntut ilmu seperti daerah Basrah dan Hijaz, sebagaimana lazimnya kebiasaan para ulama dahulu yang mana mereka membekali diri mereka dengan ilmu yang matang sebelum turun ke medan dakwah.

Hal ini juga disebut oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dalam kitabnya Ushul Tsalatsah: “Ketahuilah semoga Allah merahmatimu, sesungguhnya wajib atas kita untuk mengenal empat masalah; pertama Ilmu yaitu mengenal Allah, mengenal nabinya, mengenal agama Islam dengan dalil-dalil”. Kemudian beliau sebutkan dalil tentang pentingnya ilmu sebelum beramal dan berdakwah, beliau sebutkan ungkapan Imam Bukhari: “Bab berilmu sebelum berbicara dan beramal, dalilnya firman Allah yang berbunyi:

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُمْ

“Ketahuilah sesungguhnya tiada yang berhak disembah kecuali Allah dan minta ampunlah atas dosamu.” Maka dalam ayat ini Allah memulai dengan perintah ilmu sebelum berbicara dan beramal”.

Setelah beliau kembali dari pertualangan ilmu, beliau mulai berdakwah di kampung Huraimilak di mana ayah kandung beliau menjadi Qadhi (hakim). Selain berdakwah, beliau tetap menimba ilmu dari ayah beliau sendiri, setelah ayah beliau meninggal tahun 1153, beliau semakin gencar mendakwahkan tauhid, ternyata kondisi dan situasi di Huraimilak kurang menguntungkan untuk dakwah, selanjut beliau berpindah ke ‘Uyainah, ternyata penguasa ‘Uyainah saat itu memberikan dukungan dan bantuan untuk dakwah yang beliau bawa, namun akhirnya penguasa ‘Uyainah mendapat tekanan dari berbagai pihak, akhirnya beliau berpindah lagi dari ‘Uyainah ke Dir’iyah, ternyata masyarakat Dir’iyah telah banyak mendengar tentang dakwah beliau melalui murid-murid beliau, termasuk sebagian di antara murid beliau keluarga penguasa Dir’iyah, akhirnya timbul inisiatif dari sebagian dari murid beliau untuk memberi tahu pemimpin Dir’yah tentang kedatangan beliau, maka dengan rendah hati Muhammad bin Saud sebagai pemimpin Dir’iyah waktu itu mendatangi tempat di mana Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab menumpang, maka di situ terjalinlah perjanjian yang penuh berkah bahwa di antara keduanya berjanji akan bekerja sama dalam menegakkan agama Allah. Dengan mendengar adanya perjanjian tersebut mulailah musuh-musuh Aqidah kebakaran jenggot, sehingga mereka berusaha dengan berbagai dalih untuk menjatuhkan kekuasaan Muhammad bin Saud, dan menyiksa orang-orang yang pro terhadap dakwah tauhid.

Kepada Siapa Dituduhkan Gelar Wahabi Tersebut
Karena hari demi hari dakwah tauhid semakin tersebar mereka para musuh dakwah tidak mampu lagi untuk melawan dengan kekuatan, maka mereka berpindah arah dengan memfitnah dan menyebarkan isu-isu bohong supaya mendapat dukungan dari pihak lain untuk menghambat laju dakwah tauhid tersebut. Diantar fitnah yang tersebar adalah sebutan wahabi untuk orang yang mengajak kepada tauhid. Sebagaimana lazimnya setiap penyeru kepada kebenaran pasti akan menghadapi berbagai tantangan dan onak duri dalam menelapaki perjalanan dakwah.

Sebagaimana telah dijelaskan pula oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dalam kitab beliau Kasyfus Syubuhaat: “Ketahuilah olehmu, bahwa sesungguhnya di antara hikmah Allah subhaanahu wa ta’ala, tidak diutus seorang nabi pun dengan tauhid ini, melainkan Allah menjadikan baginya musuh-musuh, sebagaimana firman Allah:

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الإنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا

“Demikianlah Kami jadikan bagi setiap Nabi itu musuh (yaitu) setan dari jenis manusia dan jin, sebagian mereka membisikkan kepada bagian yang lain perkataan indah sebagai tipuan.” (QS. al-An-’am: 112)

Bila kita membaca sejarah para nabi tidak seorang pun di antara mereka yang tidak menghadapi tantangan dari kaumnya, bahkan di antara mereka ada yang dibunuh, termasuk Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam diusir dari tanah kelahirannya, beliau dituduh sebagai orang gila, sebagai tukang sihir dan penyair, begitu pula pera ulama yang mengajak kepada ajarannya dalam sepanjang masa. Ada yang dibunuh, dipenjarakan, disiksa, dan sebagainya. Atau dituduh dengan tuduhan yang bukan-bukan untuk memojokkan mereka di hadapan manusia, supaya orang lari dari kebenaran yang mereka serukan.

Hal ini pula yang dihadapi Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, sebagaimana yang beliau ungkapkan dalam lanjutan surat beliau kepada penduduk Qashim: “Kemudian tidak tersembunyi lagi atas kalian, saya mendengar bahwa surat Sulaiman bin Suhaim (seorang penentang dakwah tauhid) telah sampai kepada kalian, lalu sebagian di antara kalian ada yang percaya terhadap tuduhan-tuduhan bohong yang ia tulis, yang mana saya sendiri tidak pernah mengucapkannya, bahkan tidak pernah terlintas dalam ingatanku, seperti tuduhannya:
Bahwa saya mengingkari kitab-kitab mazhab yang empat.
Bahwa saya mengatakan bahwa manusia semenjak enam ratus tahun lalu sudah tidak lagi memiliki ilmu.
Bahwa saya mengaku sebagai mujtahid.
Bahwa saya mengatakan bahwa perbedaan pendapat antara ulama adalah bencana.
Bahwa saya mengkafirkan orang yang bertawassul dengan orang-orang saleh (yang masih hidup -ed).
Bahwa saya pernah berkata; jika saya mampu saya akan runtuhkan kubah yang ada di atas kuburan Rasululllah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Bahwa saya pernah berkata, jika saya mampu saya akan ganti pancuran ka’bah dengan pancuran kayu.
Bahwa saya mengharamkan ziarah kubur.
Bahwa saya mengkafirkan orang bersumpah dengan selain Allah.
Jawaban saya untuk tuduhan-tuduhan ini adalah: sesungguhnya ini semua adalah suatu kebohongan yang nyata. Lalu beliau tutup dengan firman Allah:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ

“Wahai orang-orang yang beriman jika orang fasik datang kepada kamu membawa sebuah berita maka telitilah, agar kalian tidak mencela suatu kaum dengan kebodohan.” (QS. al-Hujuraat: 6) (baca jawaban untuk berbagai tuduhan di atas dalam kitab-kitab berikut, 1. Mas’ud an-Nadawy, Muhammad bin Abdul Wahab Muslih Mazlum, 2. Abdul Aziz Abdul Lathif, Da’awy Munaawi-iin li Dakwah Muhammad bin Abdil Wahab, 3. Sholeh Fauzan, Min A’laam Al Mujaddidiin, dan kitab lainnya)

-bersambung insya Allah-




(muslim.or.id)