مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الجَنَّةِ “Barangsiapa yang menempuh perjalanan untuk menuntut ilmu maka Allah memudahkan jalan menuju surga.” (HR. Muslim) Blog Wa’ Ajo

Jumat, 24 Oktober 2008

CIPAJANG DAN ALIRAN SESAT

Surat Korban yang Diduga Ikut Aliran Sesat
Jangan Khawatir, di Tempat Sekarang Banyak Teman Sekampung

Bandung - Wanita asal Jawa Barat banyak terayu untuk masuk aliran sesat, salah satunya adalah Siti Lapipah (18), karyawati pabrik tekstil terbesar di Sumedang, Jawa Barat, PT Kahatex. Gadis asal Brebes yang cukup periang tersebut tinggal di Kompleks Permata Hijau Blok D No 56, Desa Jelegong, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung, Jabar. Dia menghilang, diduga telah menjadi pengikut aliran sesat Alquran Suci.
Seluruh keluarga hingga kini tidak tahu di mana kini dia berada, yang ada hanya selembar surat yang dilayangkan kepada keluarganya yang tinggal di Kp. Bulak Leunga RT 04/05 Desa Blandongan, Kecamatan Bandarharjo, Kabupaten Brebes, Jateng. Surat yang dikirimkan Siti Lapipah kepada kedua orang tuanya, Muhidin (55) dan Ny Umiyati (45), diterima pada Minggu (28/10). Siti merupakan anak ketiga dari pasangan Muhidin dan Ny Umiyati yang kini menjadi tulang punggung keluarganya.
Kakak kandung korban, Siti Maesaroh (30) kepada SH, di kediamannya di Kompleks Permata Hijau, Bandung, Kamis (1/11), memaparkan surat dari adiknya kepada orang tua di Brebes, diketahuinya pada saat ia pulang, Minggu lalu.
”Isi surat yang dikirimkan Iin kepada orang tua kami tanpa alamat pengirim. Isi surat tersebut intinya, Iin memberi kabar agar kedua orang tua kami jangan mengkhawatirkan kepergiannya. Karena Iin saat ini dalam keadaan sehat dan baik-baik saja,” kata Maesaroh. Iin juga meminta maaf kepada kedua orang tua dan kakaknya, Maesaroh, yang tidak bisa mudik lebaran untuk berkumpul dengan keluarga.
Namun, pada isi terakhir surat tersebut, Iin mengatakan bahwa saat ini dia berada di Jakarta. ”Tapi yang buat kami heran, berada di Jakarta tapi stempel posnya Tangerang. Dan data si pengirim, Siti Lapipah (Iin), tanpa disertai alamat yang jelas,” ujarnya.
Isi surat yang dibuat Iin tertanggal 16 Oktober 2007 tersebut, juga menyebutkan keberadaanya di Jakarta untuk mengikuti masa latihan di tempat kerjanya yang baru, di sebuah mal yang ada di Jakarta. Dia hijrah ke Jakarta karena sudah tidak betah lagi kerja di PT Kahatex. Keinginan bekerja di Jakarta selain untuk mencari pengalaman, juga karena diajak temannya pindah ke Jakarta.
Iin juga menuliskan, bertemu dengan si Mbak yang kini tinggal di Kampung Cipajang. “Kami sebenarnya ingin menelusuri si Mbak tersebut di Kampung Cipajang, yang bertetangga dengan Bulak Leuga. Tapi, kami kesulitan tidak tahu namanya. Karena ribuan wanita berada di Kampung Cipajang,” ujar Maesaroh.
Dalam surat Iin juga tertulis agar keluarga tidak perlu khawatir tentang dirinya, karena di tempat sekarang banyak juga temannya sekampung. Diakuinya, ia tidak ingin membangkang kepada kedua orang tua dan kakaknya. Tapi saat ini Iin ingin mencari pengalaman baru dalam hidupnya.
Berbekal surat tersebut, akhirnya Siti Maesaroh pulang ke Bandung, kemudian melapor tentang hilangnya Iin ke Polsek Rancaekek dengan barang bukti surat. ”Kami sangat berharap jajaran kepolisian di Polsek Rancaekek, dapat melacak di mana keberadaan adik kami. Kami juga berharap, jika ada teman handai taulan yang melihat keberadaan Iin segera beri tahu keluarganya,” pinta Maesaroh.

Kalimat Arab Gundul
Ny. Entin Juarsih (53) pemilik rumah kontrakan tempat tinggal Iin, mengatakan saat meninggalkan rumah kontrakannya, tertinggal salinan Arab gundul. Akan tetapi, menurut Entin saat ditanyakan kepada ustaz yang ada di sekitar rumah, tulisan Arab gundul yang ditinggalkan Iin tersebut tidak ada hubungannya dengan ajaran Alquran Suci. ”Menurut Pak Ustaz, kalimat Arab gundul itu tidak mengartikan apa-apa. Arab gundul tersebut mengandung arti, bait kata-kata yang intinya curahan hati Iin yang sudah tidak betah kerja di perusahaan tekstil tersebut,” papar Entin.
Sementara itu, Kapolres Bandung AKBP Drs Achmad Dofiri, M.Si mengatakan jajarannya hingga kini masih menyelidiki keberadaan aliran sesat Alquran Suci. Selain itu, pihaknya masih mencari apa yang menyebabkan Siti Lapipah pergi dari tempat tinggalnya tanpa memberi tahu keluarganya, termasuk mencari tahu kenapa keberadaannya tidak mau diketahui keluarganya. Untuk menyelidiki hal ini, Polres Bandung telah menyebarkan anggotanya ke lapangan.

(Sumber : Sinar Harapan)

CIPAJANG DAN PORTUGAL

Kisah Pertugal dan Sebuah Ironi

- Orang kecil, berpenghasilan kecil, tetapi bisa berbuat besar untuk desa mereka. Itulah yang dilakukan para anggota Persatuan Tukang Gali (Pertugal). Wadah itu didirikan para perantau dari Desa Cipajang, Brebes, yang bekerja di berbagai bidang di Jakarta. Yang menarik, semua lapangan kerja mereka tergolong kasar, yang biasa dikerjakan kelompok masyarakat kelas bawah. Ada yang bekerja sebagai tukang gali tanah untuk proyek telepon, listrik, pompa air, saluran air, pembangunan jalan, slup fondasi beton bangunan jangkung, dan lain-lain. Ada yang bekerja bukan di bidang pergalian. Misalnya di proyek-proyek bangunan dengan berbagai jenis tukang dan keterampilan. Ada pula tukang kayu, tukang batu, dan pengaduk semen.

- Kita bisa menghitung upah mereka sebagai pekerja kelas bawah. Umumnya jauh lebih rendah dibandingkan dengan orang yang bekerja di instansi pemerintah, lembaga keuangan, atau bisnis lain. Namun yang mengagumkan, para anggota Pertugal mampu membangun balai desa dan kantor kepala desa bernilai Rp 69 juta, masjid bernilai miliar rupiah, memperbaiki jalan desa, jalan lingkungan, dan lain-lain. Balai desa dua lantai itu konon yang termegah di Kabupaten Brebes. Bangunan itu bisa berdiri dengan biaya relatif sedikit karena warga desa mengerjakan secara sukarela. Mereka tak mengharapkan upah. Mungkin mereka sadar biaya untuk membangun dikumpulkan secara sukarela, hasil cucuran keringat sesama warga desa.

- Situasi Desa Cipajang sangat menarik. Penduduk keseluruhan 5.478 jiwa, yang terdiri atas 2.472 pria dan 2.736 wanita. Kira-kira 80% tenaga kerja desa itu merantau ke Jakarta. Yang tercatat jelas anggota Pertugal 2.000 orang. Lapangan kerja mereka umumnya menyangkut pekerja kasar sebagaimana telah dikemukakan. Yang mengagumkan adalah kebersamaan mereka yang kukuh. Ke-2.000 orang itu terbagi menjadi 50 grup. Jadi setiap grup beranggota 40 orang. Mereka terikat dalam sesanti sederhana, yakni guyub rukun. Itu sesanti populer yang banyak dikenal dalam kehidupan masyarakat kita. Lewat wadah itulah mereka menyisihkan rezeki, mengumpulkan untuk mereka sumbangkan bagi pembangunan desa. Berapa rezeki yang mereka kumpulkan bisa kita bayangkan dari bidang kerja masing-masing.

- Paguyuban semacam itu sudah kita kenal di banyak daerah di provinsi ini. Setiap daerah memiliki ciri dan kekuatan masing-masing. Di daerah tetangga Brebes, Kabupaten Tegal, ada desa yang terkenal karena penduduknya memiliki spesialisasi menjual martabak, mendirikan warung-warung makan yang terkenal dengan akronim ''warteg'', dan lain-lain. Mereka merantau ke berbagai kota besar; Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, dan lain-lain. Di kampung yang ditinggalkan, mereka membangun rumah mewah bergaya modern seperti di Jakarta. Semua dari hasil berjualan makanan spesialisasi masing-masing. Keadaan serupa bisa dilihat di Wonogiri dengan spesialisasi bakso, bakmi jowo, pohung goreng, dan lain-lain. Mereka juga urunan membangun desa.

- Tentang kisah orang-orang sukses dan membantu pembangunan desa tempat kelahiran, sekolah tempat dulu menuntut ilmu, dan lain-lain, sudah banyak kita dengar. Misalnya orang-orang yang berhasil mencapai kedudukan tinggi di pemerintahan dan memiliki rezeki cukup besar, sukses dalam bidang bisnis, pemborong bangunan, percetakan, dan lain-lain. Orang sukses itu menyisihkan sebagian rezeki untuk disumbangkan bagi berbagai pembangunan dan kegiatan sosial sudah makin biasa. Namun para pekerja kecil, yang untuk memperoleh upah beberapa ribu rupiah harus memeras tenaga dan mengucurkan keringat, dengan guyub rukun membangun desa jelas bernuansa lain. Apalagi Cipajang adalah desa terpencil, jauh di kawasan selatan Brebes. Desa kecil, namun warganya memiliki jiwa dan hati besar.

- Hal itu sekaligus mengingatkan kita pada sesuatu yang sangat ironis. Mantan menteri pertahanan Prof Dr Mahfud MD, fungsionaris PKB, baru-baru ini menyatakan hampir seluruh pejabat di negeri ini korupsi. Kita sebenarnya sudah nyaris tak terkejut lagi mendengar pernyataan semacam itu. Kalau tidak begitu, tentulah bangsa ini tidak masuk golongan paling korup di dunia. Bahkan menduduki urutan nomor satu dari 10 negara yang berperingkat koruptor terbesar di dunia. Dalam sebuah forum curah pikir di Semarang, seorang pemuda menyatakan kalau pada awal reformasi sekelompok masyarakat menjarah toko, sekarang dana negara dijarah secara sistematis di lembaga eksekutif dan legislatif. Rakyat kecil menjarah untuk makan, pejabat menjarah uang negara untuk menumpuk harta.
(Sumber : Suara Merdeka)